Upaya Pemerintah Dalam Peningkatan Gizi Balita
Upaya perbaikan gizi sebaiknya dilakukan melalui pendekatan continuum of care dengan fokus yang diutamakan adalah 1000 hari pertama kehidupan, yaitu mulai dari masa kehamilan sampai anak berumur 2 tahun. Pemerintah telah mengupayakan penanggulangan masalah gizi dengan mengembangkan suatu program yaitu usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK).
Kegiatan utama UPGK
Kegiatan utama UPGK adalah penyuluhan gizi melalui pemberdayaan keluarga dan masyarakat. Masalah tersebut berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan keluarga. Pokok permasalahan yang menyebabkan kurang gizi pada balita adalah kurangnya pemberdayaan wanita dalam keluarga dan kurangnya pemanfaatana sumberdaya masyarakat berkaitan dengan faktor penyebab langsung dan tidak langsung. Kegiatan pengabdian masyarakat berupa penyuluhan kesehatan tentang KADARZI akan meningkatkan pengetahuan dan peran serta ibu tentang perilaku apa saja yang dapat dilakukan untuk meningkatkan gizi balitanya.
Ibu akan dapat meningkatkan gizi balita dan keluarganya dengan berperilaku sadar gizi, antara lain; memantau berat badan balita secara teratur setiap bulan ke Posyandu, mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam, hanya mengkonsumsi garam beryodium, memberikan hanya Asi saja kepada bayi sampai usia 6 bulan, serta mendapatkan dan memberikan makanan tambahan bagi balitanya.
Kegiatan penyuluhan ini juga dilakukan untuk membantu mengatasi masalah gizi makro. Strategi yang dilakukan untuk mengatasi masalah gizi makro adalah melalui pemberdayaan keluarga di bidang kesehatan dan gizi, subsidi loangsung berupa dana untuk pembelian makanan tambahan dan penyuluhan pada ibu balita gizi buruk dan ibu hamil yang mengalami kurang gizi kronis.
Di samping upaya tersebut diatas, Pemerintah juga melakukan sosialisasi perbaikan pola asuh pemeliharaan balita, seperti promosi pemberian ASI secara eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan dan rujukan dini kasus gizi kurang. Karena sampai saat ini perilaku ibu dalam menyusui secara eksklusif masih rendah yaitu baru mencapai 39% dari seluruh ibu yang menyusui bayi 0 – 6 bulan. Hal tersebut merupakan penyebab tak langsung dari masalah gizi pada anak balita.
Menurut WHO, cara pemulihan gizi buruk yang paling ideal adalah dengan rawat inap di rumah sakit, tetapi pada kenyataannya hanya sedikit anak dengan gizi buruk yang di rawat di rumah sakit, karena berbagai alasan. Salah satu contohnya dari keluarga yang tidak mampu, karena rawat inap memerlukan biaya yang besar dan dapat mengganggu sosial ekonomi sehari-hari. Alternatif untuk memecahkan masalah tersebut dengan melakukan penatalaksanaan balita gizi buruk di posyandu dengan koordinasi penuh dari puskesmas. Oleh karena itu Pemerintah membentuk Tim Asuhan Gizi yang terdiri dari dokter, perawat, bidan, ahli gizi, serta dibantu oleh tenaga kesehatan yang lain. Diharapkan dapat memberikan penanganan yang cepat dantepat pada kasus gizi buruk baik di tingkat puskesmas maupun di rumah sakit, untuk membantu pemulihan kasus gizi buruk pada anak balita.
Bidan sebagai tenaga kesehatan harus selalu memberikan konseling dan penyuluhan tentang pentingnya pemberian gizi yang tepat sesuai dengan usia dan perkembangannya. Konseling tentang gizi balita bisa dilakukan ketika posyandu diadakan, ketika ibu balita berkunjung ke bidan desa untuk menggunakan KB. Disamping itu hendaknya tenaga kesehatan selalu memberikan penyadaran tentang pentingnya pemberian nutrisi tepat untuk balitanya. Hal itu bisa dilakukan melalui penyuluhan rutin, penyebaran leaflet dan pemasangan spanduk yang berhubungan dengan pemenuhan asupan nutrisi. Kegiatan ini diupayakan dilakukan secara berkala dan terus menerus agar ibu termotivasi untuk memberikan makanan tambahan sesuai dengan kebutuhan dan jadwal pemberian makanan .